Pilkada di Titik Nadir: Ancaman Amputasi Hak Konstitusional!
Curated by Supa AI
Ringkasan
- Kualitas Pilkada 2024 terancam akibat verifikasi pencalonan yang lemah dan jadwal tahapan yang sangat berhimpitan, memicu 310 sengketa di Mahkamah Konstitusi.
- Mayoritas sengketa di MK bukan soal selisih suara, melainkan cacat administrasi pencalonan seperti ijazah dan status hukum yang lolos di KPU.
- Muncul wacana mengembalikan Pilkada ke DPRD dengan dalih efisiensi, namun ini dianggap amputasi hak konstitusional warga negara dan melanggar prinsip non-retrogression.
- Pemilihan lewat DPRD berpotensi melahirkan kepala daerah yang berutang budi pada partai, meningkatkan risiko korupsi kebijakan dan menguatkan oligarki.
- Solusi yang diusulkan adalah penguatan verifikasi dengan teknologi, pengaturan ulang jadwal yang rasional, dan penegasan peran lembaga agar demokrasi tidak mundur.
Timeline
Fact Check
Pilkada 2024 mencatat 310 perkara Perselisihan Hasil Pemilihan (PHP) diregistrasi Mahkamah Konstitusi.
Verified from 2 sources
Fakta ini disebutkan secara konsisten di kedua sumber, TIMES Indonesia dan Beritatangsel, mengindikasikan keandalannya.
Sources
Pilkada di Titik Nadir
Kualitas demokrasi tidak boleh dikorbankan demi efisiensi semu. Jika taruhannya adalah legitimasi pemimpin dan kepercayaan publik, maka keberanian untuk...
Pilkada di Titik Nadir : Menyoal Penyelenggaraan Pemilihan dan Ancaman Amputasi Hak Konstitusional
Beritatangsel.com – Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) bukan sekadar rutinitas elektoral untuk mencoblos di bilik suara. Secara konstitusional, ia merupakan...