Terungkap! Strategi Sri Mulyani & BI di KTT G20 Afrika Selatan: Kolaborasi Global Kunci Hadapi Perang Dagang & Ketidakpastian Ekonomi, Bisakah Indonesia Selamat?

Ringkasan

• Bank sentral dan kementerian keuangan negara-negara G20, termasuk Indonesia, telah sepakat untuk memperkuat kerja sama internasional dalam menghadapi tantangan global dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Kesepakatan ini tercermin dalam G20 FMCBG Commmunique Juli 2025 Presidensi Afrika Selatan, yang disetujui oleh seluruh negara anggota.

• Pertemuan ketiga Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral (FMCBG) G20 diselenggarakan di Durban, Afrika Selatan, pada 17-18 Juli 2025, dengan tema "Solidarity, Equality, Sustainability". Delegasi Indonesia dipimpin oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo.

• Para pemimpin G20 menyoroti ketidakpastian ekonomi global yang disebabkan oleh konflik bersenjata, tensi geopolitik, fragmentasi perdagangan, tingginya utang publik, dan kejadian iklim ekstrem. Mereka sepakat untuk mendorong sistem perdagangan multilateral yang adil dan terbuka serta reformasi struktural untuk meningkatkan pertumbuhan jangka panjang.

• Sri Mulyani Indrawati menegaskan komitmen Indonesia untuk mendorong reformasi struktural, berinvestasi dalam ketahanan pangan dan energi, serta melindungi kelompok masyarakat rentan. Ia menyatakan bahwa otoritas fiskal dan moneter Indonesia bekerja selaras, termasuk melalui skema burden sharing, untuk menjaga stabilitas dan mendukung pemulihan ekonomi, dengan inflasi 1,6% dan defisit fiskal 2,5%.

• Dalam isu arsitektur keuangan internasional, Menkeu menekankan perlunya sistem yang mencakup semua spektrum perekonomian, dari negara berpenghasilan rendah hingga maju. Ia juga menyoroti potensi dan risiko teknologi keuangan seperti aset kripto dan mata uang digital, serta perlunya meninjau fondasi arsitektur keuangan internasional agar tetap stabil, inklusif, dan relevan.

• Terkait keuangan berkelanjutan, G20 menekankan koordinasi global untuk efisiensi pembiayaan iklim, termasuk penguatan adaptasi dan transisi menuju pembangunan rendah karbon. Potensi pasar karbon sukarela disambut positif, dan Indonesia telah mengalokasikan lebih dari 50% anggaran iklim (USD 2,5 miliar/tahun) untuk adaptasi, termasuk meluncurkan IDXCarbon sebagai bursa karbon nasional.

• Dalam isu perpajakan internasional, Sri Mulyani menekankan pentingnya arsitektur yang adil, efektif, dan stabil. Indonesia telah mengadopsi peraturan yang selaras dengan Pajak Minimum Global (Pilar Dua) dan sedang dalam tahap akhir ratifikasi Aturan Subjek Pajak (STTR). Ia juga menyoroti penundaan finalisasi Pilar Satu dan risiko dari pajak layanan digital unilateral.

• Gubernur BI Perry Warjiyo menekankan pentingnya optimalisasi bauran kebijakan (policy mix) bank sentral, yang mencakup kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran, serta sinergi dan koordinasi antar kebijakan moneter dan fiskal dalam menghadapi dinamika ekonomi global.

• Indonesia juga aktif dalam implementasi cross-border payment bersama negara-negara Asia untuk menciptakan sistem pembayaran yang lebih murah, cepat, dan transparan, yang diharapkan dapat mendorong pertumbuhan inklusif.

• Di sela-sela pertemuan utama, Sri Mulyani mengadakan pertemuan bilateral dengan Menteri Keuangan Australia (Jim Chalmers), Kanada (François-Philippe Champagne), dan Arab Saudi (Mohammed Abdullah Al-Jadaan). Pembahasan meliputi mitigasi dampak tarif perdagangan, kerja sama pangan dan energi, investasi infrastruktur, ekspor pertanian, serta pentingnya multilateralisme di tengah tren unilateralisme.

• Pemerintah Indonesia juga telah membentuk kelompok kerja untuk mengimplementasikan hasil-hasil KTT G20, termasuk yang terkait dengan penguatan transparansi dan keterbukaan sektor perbankan serta stabilitas ekonomi nasional, sebagai bukti keseriusan dalam menerjemahkan dialog internasional menjadi aksi nyata.